15 Februari 2008

Filsafat Patah Hati

Saya memang harus bilang terima kasih sama kamu yang sudah membuatku patah hati bahkan berkali-kali.

Patah hati mungkin buat banyak orang adalah hal yang menyakitkan. Tapi bagi saya itu adalah karunia tak ternilai, sebab berarti Tuhan lagi-lagi masih memberikan anugerah cintanya.

Mengenal kamu adalah hal terindah bagiku, karena meskipun kamu tidak sadar akan hal itu, kamu telah banyak memberikan inspirasi terhadap hidupku. Tak hanya di urusan cinta, tetapi bahkan saya menemukan kembali keseimbangan dalam hidup. Saya sadar, selama ini saya benar-benar seorang utilitarian penganut setia John Stuart Mill. Tindakan saya hanya berdasarkan pertimbangan efektivitas dan efisiensi. Tetapi saat berhadapan dengan kamu, rasionalitas utilitarian tak lagi bisa saya pertahankan. Pendek kata, saya meluruh dalam emosi cinta yang gua bangun sendiri.

Agak sedikit melenceng, saya jadi ingat istilah Hannah Arendt (seorang perempuan filsuf yang pernah pacaran dengan filsuf besar Jerman, Martin Heidegger) bahwa "politik adalah seni untuk mengabadikan diri manusia". Maka gua kembali berteori bahwa "perjuangan" yang saya lakukan untuk mendapatkan kamu adalah bagian dari keinginan setiap manusia untuk mengeksistensikan dirinya. Tiba-tiba saya merasa menjadi seorang eksistensialis. Bukankah Adam adalah seorang eksistensialis ketika ingin mendapatkan Hawa?

Sampai di sini, ssaya hampir saja menemukan jawaban, bahwa kalau saya memperbanyak pola eksistensialis semacam ini, hasrat saya terhadap kamu pasti akan semakin menipis. Tetapi lagi-lagi model ini menemukan jalan buntu. Saya malah semakin cinta sama kamu. Saya jadi agak frustasi dan hampir saja terdorong untuk membuang semua teori. Namun bukankah Stephen Hawking mengatakan bahwa semua hal pasti ada rumusnya? (Theory of Everything)

Kembali saya buka semua catatan dari filsuf-filsuf besar dunia yang pernah saya baca buku-bukunya. Dari konsep cartesian-nya Descartes hingga keseimbangan kosmiknya Fritjof Kapra. Dari konsep universalitasnya Kant hingga konsep dialogisnya Habermas. Dari konsep komunitariannya Robert N Bellah hingga pragmatismenya John Dewey.

Dan akhirnya... saya memang tidak pernah bisa mendapatkan jawabannya... namun tetaplah ada filosofi di balik itu semua. Saya menemukan sintesis dari semuanya, bahwa cinta adalah hal yang harus terus dicari oleh manusia. Cinta bukan sebuah konsep fana yang hidup hanya pada momen-momen romantik seperti akhir cerita buku-buku HC Andersen, tetapi lebih dari itu, cinta adalah sebuah cita-cita yang dibangun dari pengalaman emosional dan transendental setiap manusia.

Patah hati adalah ekses dari proses pencarian cinta. Dan sekali lagi terima kasih Socrates... kamu telah menyingkap sekian banyak misteri tentang cinta.

Tidak ada komentar: